top of page

Ketika Tanah Milik Komunitas: Mengenal Model Foundation dan Community Land Trust

Dalam perumahan konvensional, kepemilikan pribadi atas tanah menjadi dasar dari nilai dan transaksi. Tapi dalam beberapa bentuk co-housing, logika ini dibalik. Tanah bukan lagi alat investasi individu, melainkan aset kolektif yang dijaga agar tetap terjangkau dan berfungsi sosial.

Inilah prinsip dasar dari Community Land Trust (CLT) dan model yayasan (foundation-based ownership). Dalam bentuk ini, tanah dan aset utama dikuasai oleh entitas nirlaba—seperti yayasan atau komunitas berbadan hukum—yang bertugas menjaga agar tanah tidak jatuh ke logika pasar bebas.


ree

Apa itu Community Land Trust?

CLT pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat pada 1960-an sebagai bagian dari gerakan hak sipil dan keadilan sosial. Model ini kemudian berkembang di Inggris dan Eropa, dan kini menjadi alternatif kepemilikan lahan di banyak kota besar.

Intinya: tanah dimiliki oleh yayasan, dan disewakan jangka panjang kepada individu atau komunitas untuk digunakan sebagai hunian, pertanian, atau ruang publik. Penghuni tetap bisa membangun dan tinggal di sana, tapi tidak bisa menjual tanah untuk keuntungan pribadi.


Bagaimana Model Ini Bekerja?

  • Entitas pemilik tanah: biasanya yayasan nirlaba atau trust yang dikelola secara kolektif.

  • Penghuni: memiliki hak tinggal, hak pakai bangunan, atau sewa jangka panjang.

  • Kontrol: dijaga agar harga tanah tidak mengikuti pasar bebas.

  • Tujuan: menjaga keterjangkauan, mencegah spekulasi, dan membangun keberlanjutan jangka panjang.


Contoh Kasus Nyata

  • Mietshäuser Syndikat (Jerman): Jaringan proyek-proyek hunian yang dimiliki oleh yayasan kolektif, tidak bisa dijual kembali ke pasar.

  • London CLT (UK): Memberikan hunian terjangkau dengan harga yang ditentukan berdasarkan pendapatan lokal, bukan harga pasar.

  • Champlain Housing Trust (AS): Salah satu CLT terbesar yang berhasil mempertahankan keterjangkauan lintas generasi.


Kelebihan Model Ini

  • Melindungi tanah sebagai aset sosial, bukan komoditas spekulatif.

  • Menjaga keterjangkauan harga hunian untuk generasi berikutnya.

  • Cocok untuk komunitas idealis atau aktivis kota yang ingin melawan gentrifikasi.


Tantangannya di Indonesia

  • Belum adanya kerangka hukum yang mendukung CLT secara eksplisit.

  • Regulasi tanah dan sertifikasi masih sangat individualistik.

  • Kegiatan yayasan biasanya tidak diizinkan untuk memiliki dan mengelola tanah untuk hunian tanpa status khusus.

  • Diperlukan dukungan pemerintah atau pemilik tanah dermawan yang bersedia melepaskan kontrol individu demi kepentingan kolektif.


Apakah Mungkin Diterapkan di Sini?

Dalam bentuk penuh, CLT mungkin sulit diterapkan secara langsung di Indonesia saat ini. Tapi prinsip dasarnya—membatasi spekulasi, menjamin keberlanjutan, dan menempatkan tanah sebagai aset komunitas—bisa tetap dijadikan acuan.

Misalnya, kolaborasi antara yayasan sosial dan koperasi perumahan bisa menjadi bentuk adaptasi yang sesuai konteks hukum lokal.

Comments


bottom of page