top of page

Bukan Asal Tetangga: Tinggal Bersama, Bukan Sekadar Berdampingan

Saat ini, kita bisa dengan mudah menemukan perumahan kecil atau klaster hunian yang baru dibangun. Bentuknya rapi, tertutup, dan sering kali hanya berisi beberapa unit rumah. Tapi ada satu hal yang sering kita lupa: kita tidak tahu siapa yang akan jadi tetangga kita.

Sering kali kita baru menyadari ketidakcocokan setelah tinggal—entah karena perbedaan nilai, gaya hidup, atau sekadar karena tak pernah ada interaksi berarti sebelumnya. Akhirnya, konflik kecil tumbuh, jarak sosial makin lebar, dan ruang tinggal jadi terasa canggung, bahkan menekan.

ree

Di Urban Kolektif, kita mencoba membalik cara ini bekerja. Sejak awal, kita membangun komunitas bersama. Kita tahu siapa yang akan jadi tetangga, bahkan sebelum satu batu diletakkan. Kita belajar mengenal mereka lewat diskusi, pertemuan, dan proses perencanaan kolektif.


Bukan karena kita ingin hidup eksklusif—tapi karena kita ingin hidup dengan lebih saling memahami. Kita tidak menuntut keseragaman, tapi kita memilih untuk tinggal bersama orang-orang yang punya visi yang sama tentang hidup, ruang, dan kota.


Toleransi tidak dibangun lewat poster atau aturan. Ia tumbuh lewat interaksi, percakapan, perbedaan yang ditemui perlahan, dan ruang yang kita ciptakan bersama. Kita percaya, konflik bisa diredam bukan dengan pagar tinggi, tapi dengan saling kenal sejak awal.


Tinggal bersama bukan hanya soal siapa yang tinggal di sebelah, tapi siapa yang akan ikut menentukan bagaimana lingkungan itu dibentuk, dijaga, dan dihidupi.

Comments


bottom of page