Belajar dari Dunia: Proyek Co-Housing yang Sukses di Luar Negeri
- Steve JM
- Sep 2
- 1 min read
Updated: Sep 4
Kita bukan yang pertama yang menghadapi krisis hunian. Di berbagai belahan dunia, banyak komunitas sudah lebih dulu bereksperimen dengan bentuk-bentuk tinggal bersama yang lebih adil dan berkelanjutan. Dari sana, kita bisa belajar—bahwa co-housing bukan sekadar idealisme, tapi juga bisa jadi kenyataan.
Nightingale Housing – Melbourne, Australia
Dimulai oleh sekelompok arsitek yang frustrasi pada pasar properti yang spekulatif, Nightingale menawarkan model pembangunan yang menghapus keuntungan developer dan menekan biaya konstruksi tanpa mengorbankan kualitas hidup.
Apartemen mereka didesain tanpa parkir pribadi (untuk mendorong transportasi publik), dengan ventilasi silang alami, dan ruang bersama yang luas. Semua penghuni tahu siapa tetangganya, dan memiliki kendali atas bagaimana bangunan dikelola.
Model ini kini berkembang pesat, dengan proyek baru di banyak kota dan daftar tunggu yang panjang. Artinya: semakin banyak orang menginginkan cara tinggal seperti ini.
Sargfabrik – Wina, Austria
Dibangun di bekas pabrik peti mati, komunitas ini bukan hanya hunian—tetapi juga pusat kebudayaan. Terdapat taman kanak-kanak, ruang konser, perpustakaan, ruang makan bersama, dan bahkan pemandian publik.
Yang menarik, Sargfabrik bukan proyek pemerintah atau swasta, tapi inisiatif warga. Ruang-ruangnya terbuka untuk publik, dan penghuninya aktif terlibat dalam mengelola program komunitas.
Kedua contoh ini menunjukkan bahwa co-housing bukan soal nostalgia atau gaya hidup alternatif. Ia bisa modern, padat, efisien, dan tetap manusiawi. Tantangannya adalah membentuk komunitas yang saling percaya dan mau terlibat—tapi hasilnya adalah ruang tinggal yang benar-benar terasa hidup.
Kita di Urban Kolektif ingin membawa semangat ini ke Indonesia. Kita percaya, dengan kreativitas, solidaritas, dan keberanian mencoba hal baru, ruang hidup kolektif yang adil dan layak bisa kita wujudkan bersama.
Comments